Implementasi Sistem Informasi Pengelolaan Lobster: Langkah Maju Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam Mendorong Transparansi dan Efisiensi dalam Industri Perikanan

RESPONRADIO.COM | NASIONAL Kementerian Kelautan dan Perikanan, melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, telah merancang sebuah sistem informasi pemantauan elektronik. Hal itu untuk mengawasi penggunaan kuota penangkapan benih bening lobster (BBL) oleh para nelayan atau kelompok nelayan. Sistem ini mencakup seluruh rangkaian pengelolaan pemanfaatan BBL, mulai dari hulu hingga hilir.

Pelaksana tugas Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Tb. Haeru Rahayu, menyatakan bahwa sistem tersebut dikenal sebagai Sistem Informasi Pengelolaan Lobster Kepiting dan Rajungan (SILOKER). Sistem terintegrasi ini dapat diakses oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta kelompok nelayan penangkap BBL.

Baca Juga : Peran Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam Meriahkan Hari Kartini melalui Road to Run For Independence Day (RFID) 2024

“Aplikasi ini kami persiapkan sebagai implementasi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan yang baru-baru ini diterbitkan,” ungkapnya.

Dengan adanya SILOKER, para nelayan akan mendapatkan kemudahan dalam mengajukan kelompok dan memperoleh kuota penangkapan BBL. Penetapan kuota tersebut akan diberikan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi kepada kelompok nelayan atau kelompok usaha bersama (KUB), setelah melalui proses verifikasi dan rekomendasi oleh DKP Kabupaten/Kota yang dilakukan secara elektronik.

Aplikasi ini juga akan memfasilitasi nelayan dalam memperoleh surat keterangan asal (SKA) mulai dari tahap pengajuan hingga penerbitan. SKA sangat penting untuk memastikan ketertelusuran produk hasil tangkapan nelayan.

Implementasi Sistem Informasi Pengelolaan Lobster: Langkah Maju Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam Mendorong Transparansi dan Efisiensi dalam Industri Perikanan

“Selain itu, sistem ini juga menyediakan menu untuk pendataan hasil tangkapan BBL. Hal ini memungkinkan kami untuk melacak dan memantau seberapa besar potensi BBL yang dimanfaatkan oleh nelayan,” tambahnya.

Untuk dapat mengakses sistem tersebut, para nelayan harus memiliki nomor induk berusaha (NIB) dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Penangkapan/Pengambilan Induk/Benih Ikan di Laut (03115) dan bergabung dalam KUB dengan jumlah minimal 10 orang. Setiap satu KUB akan diberikan satu akun yang dapat diperoleh setelah melakukan registrasi dalam aplikasi SILOKER.

“Kami akan memberikan pendampingan kepada nelayan melalui partisipasi penyuluh perikanan dan Dinas Kelautan dan Perikanan di daerah, sehingga nelayan tidak perlu khawatir,” pungkas Tb. Haeru Rahayu.

Baca Juga : Menghadapi Gejolak Konflik di Timur Tengah: Antisipasi dan Langkah Strategis Perekonomian Indonesia

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menyatakan bahwa KKP melakukan perubahan tata kelola terkait BBL. Tujuan dari perubahan ini adalah untuk membangun Indonesia sebagai pusat rantai pasok global komoditas lobster dunia serta meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

“Melalui upaya ini, kami berharap dapat menghasilkan PNBP yang signifikan untuk digunakan dalam pembangunan sektor perikanan di Indonesia. Oleh karena itu, jika ada pihak yang menghalangi upaya-upaya ini, mungkin mereka terlibat dalam praktik penyelundupan,” ujar Menteri Trenggono.(*)

Buka chat
1
Scan the code
Hello 👋
Apa yang dapat kami bantu?