SUMATERA BARAT – Dendeng ikan, sebuah hasil olahan yang melibatkan proses pengeringan dan penyedapan bumbu, telah menjadi sajian khas dengan karakteristik plastis dan renyah. Dendeng ikan tidak hanya menyajikan variasi rasa, tetapi juga mencerminkan keanekaragaman jenis ikan dan keberlanjutan ekonomi lokal. Salah satu varietas yang menonjol adalah dendeng ikan rinuak, khususnya terkait dengan Danau Maninjau di Kabupaten Agam, Sumatera Barat.
Proses pembuatan dendeng ikan melibatkan langkah-langkah seperti membersihkan, membelah, memberi bumbu, mengeringkan, dan mengemas. Jenis ikan yang umumnya digunakan mencakup ikan nila, mujair, tawes, dan yang paling istimewa, ikan rinuak. Dendeng ikan memiliki kandungan air berkisar antara 15 hingga 50 persen, memberikan tekstur plastis tanpa terlalu kering.
Setelah melalui proses pengeringan, dendeng ikan kerap digoreng sebelum disajikan untuk memberikan sentuhan renyah. Selain sebagai camilan, dendeng ikan juga sering dijadikan pelengkap nasi. Proses pengeringan dan penyedapan bumbu tidak hanya menambah cita rasa, tetapi juga berfungsi sebagai metode pengawetan, membuatnya tahan lama tanpa perlu penyimpanan di suhu dingin.
Dalam konteks Danau Maninjau, daya tarik utama terletak pada dendeng ikan rinuak. Rinuak adalah jenis ikan kecil yang eksklusif ditemukan di Danau Maninjau. Ikan rinuak memiliki ukuran sangat kecil, warna putih kekuningan, dan kemiripan dengan ikan teri Medan. Keunikan ikan rinuak ini terletak pada keterikatannya dengan Danau Maninjau, tempat di mana ikan ini hanya dapat hidup dan berkembang biak secara alami.
Dendeng ikan rinuak tidak hanya menjadi produk kuliner eksklusif dan menarik bagi para pengunjung serta pencinta kuliner lokal, tetapi juga menjadi simbol kekayaan alam dan keunikan wilayah Danau Maninjau. Pemandangan indah di sekitar danau semakin mempesona, menambah keistimewaan pengalaman kuliner ini.
Salah satu kawasan yang menonjol sebagai destinasi kuliner rinuak adalah Perkampungan kuliner Nagari Gasan di Kecamatan Tanjung Raya, Agam. Di sini, puluhan pedagang menawarkan berbagai variasi penganan rinuak yang menggugah selera, seperti rinuak goreng, palai rinuak, sala rinuak, dan olahan rinuak lainnya. Keberagaman pilihan ini memberikan pengunjung kesempatan untuk menikmati renyahnya rinuak dengan cara yang berbeda, sambil menikmati pemandangan indah Danau Maninjau.
Potensi kelezatan rinuak tidak hanya menjadi daya tarik lokal, tetapi juga peluang usaha bagi masyarakat sekitar, seperti di Lubuk Basung. Salah satu contohnya adalah usaha dendeng ikan Rolin yang diinisiasi oleh Marlinda dan timnya. Dengan visi menjadi usaha makan cepat saji yang terkenal dengan citra positif, Rolin menetapkan misi untuk menyediakan menu makanan berkualitas, dengan harga terbaik, dan pelayanan terbaik. Dengan demikian, Rolin tidak hanya menjadi tempat makan cepat saji, tetapi juga destinasi yang mengutamakan pengalaman positif bagi konsumennya.
Keputusan untuk membuat dendeng ikan, terutama dengan menggunakan ikan rinuak, bukan hanya sebagai inovasi dalam menghadapi perubahan harga daging sapi yang mahal. Lebih dari itu, ini adalah kontribusi positif terhadap ekonomi lokal dan keberlanjutan usaha kuliner. Memanfaatkan bahan baku lokal, seperti ikan rinuak, memberikan kontribusi positif terhadap komunitas dan alam sekitarnya.
Kesuksesan dendeng ikan rinuak juga tercermin dalam penetrasi pasar yang luas, tidak hanya di tingkat lokal di Sumatera Barat tetapi juga di tingkat internasional. Produk Bu Marlinda berhasil merambah pasar Amerika, menunjukkan bahwa dendeng ikan rinuak bukan hanya lezat di tingkat lokal, tetapi juga dapat bersaing di pasar global.
Dendeng ikan rinuak, dengan keterkaitannya yang erat dengan lokasi asalnya, menampilkan keunikan yang menciptakan pengalaman kuliner yang istimewa. Ikan rinuak, yang hanya dapat ditemukan di Danau Maninjau, memberikan nuansa autentik pada produk ini. Ini bukan hanya sekadar produk kuliner; dendeng ikan rinuak menjadi cerminan dari keanekaragaman lokal dan bagian yang berharga dari warisan kuliner yang patut dijaga.(*)