RESPONRADIO.COM | NASIONAL – Jakarta, kota yang terkenal dengan kemacetan dan polusi udara, mungkin akan segera melihat perubahan berkat sebuah gagasan kebijakan baru yang diusulkan oleh Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta, Ismail. Kebijakan ini berfokus pada pembatasan usia kendaraan bermotor sebagai cara untuk mengatasi masalah polusi dan kemacetan yang sudah sangat parah. Gagasan ini mengusulkan agar kendaraan yang lebih tua dan kurang efisien tidak lagi diizinkan beroperasi di jalan raya. Dengan harapan dapat mengurangi jumlah kendaraan dan memperbaiki kualitas udara.
Pembatasan usia kendaraan sebenarnya bukan ide baru. Di beberapa negara seperti Singapura, kebijakan serupa sudah diterapkan melalui sistem Certificate of Entitlement (COE). Sistem ini membatasi operasi kendaraan hanya sampai 10 tahun. Setelah itu, pemilik kendaraan harus memperbarui izin dengan biaya yang cukup tinggi atau memilih untuk tidak menggunakan kendaraan tersebut lagi.
Kebijakan seperti ini tentunya memiliki pro dan kontra, terutama mengingat dampaknya terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pajak kendaraan bermotor merupakan salah satu sumber pendapatan utama, dan pembatasan usia kendaraan bisa berpotensi mengurangi penerimaan dari sektor ini. Namun, Ismail menekankan pentingnya menemukan keseimbangan antara menciptakan lingkungan yang lebih baik dan menjaga potensi pendapatan daerah.
Mengurai Macet dan Polusi Jakarta dengan Kebijakan Pembatasan Usia Kendaraan: Sebuah Langkah Maju?
Landasan hukum untuk kebijakan ini juga telah diletakkan melalui Undang-undang nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta, yang memberikan wewenang khusus kepada pemerintah daerah untuk mengatur pembatasan usia dan jumlah kepemilikan kendaraan bermotor. Ini memberikan pemerintah DKI Jakarta dasar yang kuat untuk melanjutkan dengan kebijakan ini jika memang dianggap efektif.
Tentu saja, seperti kebijakan kontroversial lainnya, pembatasan usia kendaraan akan mendapat berbagai reaksi dari masyarakat. Ada yang mendukung karena melihat urgensi masalah lingkungan dan kemacetan, tetapi ada juga yang merasa keberatan, terutama mereka yang masih mengandalkan kendaraan tua sebagai alat transportasi sehari-hari.
Baca Juga : Jakarta Masuk Empat Besar Kualitas Udara Terburuk di Dunia: Data dan Dampaknya
Langkah berikutnya yang penting adalah melakukan kajian mendalam dan melibatkan semua pemangku kepentingan dalam diskusi publik. Pemerintah DKI harus memastikan semua aspek telah dipertimbangkan, termasuk dampak sosial ekonomi dari kebijakan ini terhadap masyarakat luas. Mungkin perlu ada strategi khusus seperti memberikan insentif atau bantuan untuk penggantian kendaraan, agar transisi ini bisa berjalan lebih lancar dan diterima oleh masyarakat.
Pembatasan usia kendaraan mungkin bukan solusi instan dan memiliki tantangannya sendiri, namun di tengah tekanan lingkungan yang meningkat, langkah berani ini bisa jadi cara untuk menjaga Jakarta agar tetap bisa “bernapas” lebih lega di masa yang akan datang. Kita semua mungkin harus mulai memikirkan alternatif mobilitas yang lebih ramah lingkungan dari sekarang.(*)