RESPONRADIO.COM PADANG│PADANG — Potensi perkebunan di Sumatra Barat (Sumbar) seperti kopi, kakao, sawit dan gambir sangat luar biasa. Bahkan untuk gambir, jika dilakukan tata kelola yang baik diyakini bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.
“Saat Menteri Pertanian, Amran Sulaeman ke Sumbar kemarin itu, kan terungkap kalau gambir menjadi dan harus jadi komiditi unggukan ekspor,”ujar Pengusaha Nasional berdarah Padang, Jefri Nedi, Rabu.
Sehingganya kata Jefri Nedi hilirisasi perkebunan yang menjadi andalan ekspor Sumbar itu sangat mendesak.
“Harus hilirisasi sehingga spending money di Sumbar lebih banyak dan kencang lagi,”ujarnya.
Menurut berbagai referensi ekonomi, termasuk yang dirilis oleh BPS pada tahun 2024, diketahui bahwa kontribusi sektor perkebunan terhadap total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumbar—khususnya dari subsektor pertanian, kehutanan, dan perikanan—berkisar antara 22 hingga 25 persen.
“Dari sektor ini, perkebunan seperti sawit, karet, kakao, tebu, dan gambir, faktanya sangat memegang peranan penting sebagai penyumbang nilai ekspor sekaligus lapangan kerja,”ujar Jefri Nedi.
Jadi menurutnya pengusaha perkebunan dan pemerintah setempat harus gaspoll terkait hilirisasi.
“Kita punya sumbernya, masak cuan didapat kecil juga, pasti ada yang salah. Ini yang harus dibenahi lewat tata kelola terbaik supaya income Sumbar di sektor perkebunan lebih mantap,”ujar Jefri Nedi.
Penguraian lebih detail tentang komoditas perkebunan primer di Sumbar menunjukkan bahwa kelapa sawit memegang kontribusi terbesar, dengan estimasi luas lahan mencapai $\pm 400.000$ hektare, yang lokasinya tersebar di Pasaman Barat, Dharmasraya, dan Solok Selatan. Kelapa sawit berperan sebagai sumber ekspor CPO dan produk derivatifnya.
Lalu, karet tersebar di Agam, Pasaman, dan Limapuluh Kota. Walaupun harga dunia fluktuatif, masih menjadi tumpuan banyak petani.
Kakao, dikembangkan di Padang Pariaman, Pesisir Selatan, dan Solok.
“Sementara gambir Sumbar adalah produsen gambir terbesar dunia, lebih kurang 80–90 persen ekspor gambir Indonesia berasal dari Sumbar, terutama Limapuluh Kota dan Payakumbuh,”ungkapnya.
Bahkan produk trending dunia kekinian Kopi Arabika Gayo Solok Selatan dan Agam mulai naik daun di pasar domestik dan ekspor.
Tak hanya Sumbar keseluruhan untung, justru berdampak terhadap ekonomi pedesaan. Lapangan Kerja.
“Karena mayoritas masyarakat desa menggantungkan hidup dari perkebunan, baik sebagai petani kecil maupun buruh. Perputaran ekonomi hasil panen jadi sumber penghasilan harian/periodik, uang pun berputar ke pasar desa, koperasi, hingga UMKM lokal,”ujar Jefri Nedi.
Selain itu katanya, petani difasilitasi pemerintah harus baguskan konektivitas Infrastruktur di daerah perkebunan mendorong pembangunan jalan, jembatan, listrik, dan pasar.
Kata Jefri Nedi pengaruh ekspor gambir, kopi, kakao, dan minyak sawit mentah (CPO) ke India, Tiongkok, Pakistan, dan Eropa sudah pasti untuk ekonomi.
“Ekspor ini membantu neraca perdagangan daerah dan memberi pemasukan pajak/retribusi. Walau kita juga tahu bisnis perkebunan ini ada tantangan yaitu harga fluktuatif di pasar dunia (sawit, karet, kakao). Terus produktivitas rendah kebun rakyat karena masih tradisional. Alih fungsi lahan dan persoalan lingkungan (khusus sawit).
“Juga masih kurang hilirisasi, banyak hasil dijual mentah, belum diolah menjadi produk bernilai tinggi (contoh: minyak sawit olahan, cokelat, kopi roasted).
“Jadi, sektor perkebunan sangat berpengaruh pada ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat desa. Paling top itu sawit dan gambir, disusul karet, kakao, dan kopi. Namun, agar pengaruh ekonominya lebih besar, harus hilirisasi (pengolahan di dalam daerah) dan modernisasi pertanian sangat diperlukan,”ujar Jefri.
Pengusaha itu menyatakan bahwa pemaparan di atas tidak bertujuan mengkritik, tetapi mewakili aspirasi bersama dari masyarakat lokal dan perantau untuk mengembangkan Sumatera Barat agar pertumbuhan ekonominya kembali melampaui angka pertumbuhan ekonomi nasional.
Menurut hasil studi yang terverifikasi secara luas, percepatan pertumbuhan ekonomi (PE) Sumbar dapat dicapai terutama melalui implementasi hilirisasi di sektor perkebunan dan perikanan sebagai instrumen penaikan nilai tambah.
Terus mendorong pariwisata internasional berbasis budaya dan alam. Bangun infrastruktur konektivitas (tol, bandara, pelabuhan). Tarik investasi energi terbarukan dan industri pengolahan.
“Aktifkan diaspora minang sebagai motor modal dan penatrasi pasar global,”ujar Jefri Nedi.

