RESPONRADIO.COM PADANG│JAKARTA — Kedatangan turis asing ke Malaysia yang lebih banyak daripada Indonesia menimbulkan pertanyaan. Sepanjang Januari-Agustus 2025, Kementerian Pariwisata mencatat ada 10 juta turis asing ke Indonesia. Sementara itu dikutip dari The Star, ada 28 juta turis asing ke Malaysia.
Menanggapi situasi yang ada, Prof Azril Azahari, seorang pakar pariwisata, memberikan kepastian bahwa tidak perlu ada kekhawatiran sebab pembangunan sektor pariwisata Indonesia telah berada di jalur yang tepat. Ia menegaskan bahwa Indonesia kini tidak lagi bergantung pada mass tourism, yaitu model pariwisata yang bercirikan pergerakan turis dalam jumlah besar ke lokasi-lokasi yang sudah populer.
“Nggak usah khawatir karena kita bikin yang benar. Bukan lagi mass tourism, tapi customize tourism berbasis ekosistem kepariwisataan. Pengelolaan juga berdasarkan community based tourism yang melibatkan masyarakat lokal,” ujar Prof Azril pada detikTravel Selasa (14/10/2025).
Baik pengunjung harian maupun yang menginap, keduanya dipastikan mendapatkan pengalaman wisata terbaik. Dalam penerapan sustainable tourism, wisatawan tidak akan menghadapi masalah seperti tumpukan sampah, banjir, atau kemacetan parah, karena hal-hal tersebut sangat dilarang.
Strategi ini diakomodasi dalam revisi Undang-undang (UU) Kepariwisataan yang disepakati pemerintah dan DPR pada 2 Oktober 2025. Prof Azril menjelaskan UU tersebut mengembalikan pengelolaan pariwisata pada dasarnya. Pengembangan pariwisata dilakukan sesuai prinsip dasar yang terdiri dari:
Berbasis Ekosistem
Penting untuk memastikan pariwisata tidak merusak ekosistem flora dan fauna, menjamin tidak adanya eksploitasi lingkungan, dan menerapkan sistem manajemen risiko. Sistem tersebut secara khusus mencakup identifikasi, analisis, pengelolaan, pemantauan dan evaluasi (monev), serta upaya mitigasi risiko yang ada.
Berbasis Komunitas
Pengelolaan pariwisata kini beralih dari yang semula berbasis korporasi (corporate) menjadi berbasis komunitas masyarakat. Restrukturisasi tata kelola destinasi wisata ini berarti masyarakat lokal diikutsertakan secara aktif dalam seluruh proses pengelolaan dan pengembangan pariwisata.
Pariwisata Berkelanjutan
Agar pariwisata dapat dikatakan berkelanjutan, pengelolaannya harus memenuhi beberapa syarat: sesuai dengan daya dukung lingkungan, menjaga keseimbangan flora dan fauna, serta menjamin kebersihan alam demi memberikan pengalaman wisata yang maksimal bagi pengunjung. Keterlibatan masyarakat, misalnya melalui organisasi masyarakat (ormas), juga tetap menjadi kunci dalam proses pengembangan ini.
Revisi Undang-Undang (UU) Kepariwisataan kini memiliki 17 bab yang sifatnya masih umum. Rencananya, revisi UU ini akan menjadi dasar pertimbangan untuk penerbitan Keputusan Menteri (Kepmen). Selanjutnya, poin-poin dalam revisi UU tersebut akan dijabarkan lebih lanjut menjadi 12 Peraturan Presiden (Perpres) agar implementasinya lebih mudah dilakukan hingga ke tingkat daerah.
Pariwisata untuk meningkatkan Devisa
Melalui pengelolaan pariwisata yang berlandaskan alam dan komunitas lokal, wisatawan diharapkan mendapatkan pengalaman yang sesuai dengan ekspektasi mereka. Dengan pengalaman yang dapat disesuaikan (customize), pengunjung akan merasa lebih nyaman dan betah, sehingga mereka tidak ragu untuk kembali lagi demi mendapatkan pelayanan terbaik.
“Sasarannya bukan jumlah tapi lama tinggal atau length of stay tiap pengunjung. Dengan masa tinggal yang lama misal 1-2 bulan, maka spending money jadi lebih banyak. Artinya, penerimaan dari sektor pariwisata bisa terus naik,” kata Prof Azril.
Peningkatan penerimaan bisa terjadi mulai dari tatanan pusat, daerah, dan dirasakan masyarakat langsung. Hasilnya pariwisata Indonesia bisa terus berkembang, bukan dari aspek kedatangan jumlah turis tapi kontribusi yang diberikan pada perekonomian negara dan daerah.

