RESPONRADIO.COM PADANG│Bukittinggi — Dunia penyiaran radio Indonesia tengah bergerak menuju babak baru. Tak lagi sekadar menghadirkan suara, kini radio dituntut mampu menciptakan pengalaman digital yang utuh, menggabungkan kekuatan audio, visual, dan interaksi daring.
Transformasi ini menjadi fokus utama kegiatan “Fasilitasi Peningkatan Penyiaran Radio Indonesia: Digitalisasi Radio” yang digelar Kementerian Komunikasi dan Digital Republik Indonesia (KOMDIGI) di Hotel Santika, Bukittinggi. Kegiatan ini menghadirkan para praktisi dan pakar radio dari berbagai daerah, untuk membekali insan penyiaran agar siap menghadapi perubahan lanskap industri media di era digital.
Mendorong Pola Pikir Baru: Dari Penyiar Jadi Content Creator
Sesi bertema Digital Mindset for Radio menjadi pembuka sekaligus fondasi utama kegiatan. Narasumber Bonny Prasetia Ajisakti dari Swaragama FM Yogyakarta menjelaskan bahwa radio kini tidak lagi bisa hanya mengandalkan siaran suara di udara.
“Radio hari ini tidak cukup hanya mengudara. Ia harus hadir di setiap platform digital, memproduksi konten visual, dan berpikir seperti content creator,” ujar Bonny.
Peserta diajak memahami bagaimana mengubah cara pandang terhadap industri penyiaran yang kini hidup di tengah ekosistem digital. Radio dituntut memanfaatkan teknologi untuk memperluas jangkauan audiens, menyesuaikan gaya penyiaran dengan perilaku pendengar digital, serta menghadirkan konten yang relevan dan menarik di berbagai kanal, dari on-air, online, hingga off-air.
Bisnis Radio di Era Digital: Lebih dari Sekadar Airtime
Perubahan teknologi juga menuntut perubahan model bisnis. Dalam topik Model Bisnis Radio, STP (Segmenting, Targeting, Positioning), dan Penentuan Harga Jual Airtime Radio, peserta belajar mengelola strategi pemasaran dan menentukan nilai jual airtime secara lebih cerdas dan berbasis data.
Narasumber Chandra Novriadi dari Masima Radio Network menekankan pentingnya memahami audiens digital dan menciptakan produk iklan yang sesuai dengan kebutuhan klien.
“Pendengar radio sekarang tidak hanya mendengar, tapi juga menonton dan berinteraksi. Dari situlah peluang bisnis baru terbuka,” ungkap Chandra.
Radio, lanjutnya, kini bisa mendapatkan penghasilan bukan hanya dari iklan tradisional, tetapi juga dari kerja sama konten digital, podcast berbayar, native advertising, dan kolaborasi dengan influencer.
Podcast, YouTube, dan Live Streaming: Sumber Pendapatan Baru
Dalam sesi Radio 3.0: Monetizing Digital Through Affiliate, Influencer & Live Streaming Business, narasumber Rangga Gilang Pratama dari MRA Broadcast Media memaparkan bahwa sumber pendapatan radio kini semakin beragam.
Melalui konsep repurposing content, siaran radio dapat dikembangkan menjadi podcast, video YouTube, atau live streaming yang dapat dimonetisasi melalui AdSense, membership, hingga kerja sama produk (product placement).
“Kekuatan radio ada pada kedekatan dengan audiens. Di era digital, kedekatan itu bisa diterjemahkan menjadi nilai komersial yang besar, asal dikelola dengan kreatif,” jelas Rangga.
Peserta juga dilatih mengenali peluang monetisasi digital melalui affiliate marketing, influencer network, hingga live streaming agency yang bisa dijalankan secara internal oleh stasiun radio.
Announcer di Era Digital: Dari Penyiar Menjadi Penggerak Bisnis
Topik Announcer as a Sales Person in Digital Era menjadi salah satu sesi paling diminati peserta. Di era digital, penyiar bukan hanya “suara di udara”, melainkan wajah dan karakter yang membangun hubungan personal dengan pendengar — sekaligus menjadi kekuatan dalam promosi dan penjualan.
Menurut Pati Perkasa dari Otto Media Group, penyiar kini harus mampu beradaptasi menjadi personal brand dan memanfaatkan media sosial untuk memperkuat posisi radio di dunia digital.
“Penyiar masa kini bukan hanya penyampai informasi, tapi juga influencer yang bisa membawa value bisnis bagi stasiun radionya,” tutur Pati.
AI dan Data Digital: Senjata Baru Radio Masa Depan
Kegiatan ini juga mengajarkan peserta untuk berpikir berbasis data digital. Melalui topik Radio Content Development Based on Digital Data, peserta diajak memahami bagaimana kecerdasan buatan (AI) dapat digunakan untuk menganalisis perilaku audiens dan menciptakan ide konten yang lebih relevan.
Narasumber Wisaksono Adhi dari Inahealth UGM menjelaskan bahwa AI dapat membantu radio mengukur efektivitas program, menentukan waktu siar terbaik, hingga menyesuaikan gaya komunikasi sesuai karakter pendengar.
“Dengan data digital, radio bisa lebih cerdas membaca tren dan kebutuhan masyarakat. Inilah masa depan penyiaran yang berbasis insight, bukan insting semata,” ujarnya.
Menjaga Kredibilitas dan Kepercayaan Publik
Di penghujung kegiatan, sesi Membangun Jurnalisme Radio yang Relevan, Kredibel, dan Berpengaruh menegaskan bahwa kepercayaan publik adalah modal utama radio di tengah derasnya arus informasi digital.
Eddy Prasetyo dari Suara Surabaya Media menuturkan bahwa prinsip jurnalisme yang kredibel menjadi dasar untuk menjaga legitimasi publik dan membuka peluang bisnis baru.
“Kepercayaan publik tidak bisa dibeli. Ia dibangun dari konsistensi, akurasi, dan keberpihakan pada kebenaran. Ketika radio dipercaya, peluang bisnis akan mengikuti,” ujarnya tegas.
Menatap Masa Depan Radio Indonesia
Kegiatan yang berlangsung interaktif ini menjadi momentum penting bagi dunia penyiaran Indonesia. Melalui kegiatan ini, KOMDIGI berharap insan radio di seluruh Indonesia memiliki digital mindset, kemampuan beradaptasi dengan teknologi, dan strategi bisnis yang berkelanjutan di tengah cepatnya perubahan teknologi.
Digitalisasi radio bukan hanya tentang berpindah ke platform online, tetapi juga tentang mengubah cara pandang, mengelola konten dengan kreatif, dan memperkuat hubungan dengan pendengar di berbagai kanal.
Radio Indonesia kini tidak lagi sekadar berbicara lewat udara, tapi juga tampil di layar, terhubung di media sosial, dan hidup dalam ekosistem digital yang terus berkembang.

