Kekerasan Seksual di Kampus: Panggilan untuk Perubahan dan Perlindungan

TIPS PENDIDIKAN – Nama besar Universitas Indonesia (UI) saat ini tergores oleh bayang-bayang serius kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus. Dilansir dari Kompas.com, Direktorat Advokasi HopeHelps UI mencatat peningkatan pengaduan kasus kekerasan seksual dari tahun 2019 hingga saat ini. Yang mencemaskan, pelakunya tidak hanya terbatas pada sesama mahasiswa, tetapi juga melibatkan dosen.

Kekerasan seksual di lingkungan kampus, yang terkadang diupayakan untuk ditutupi dengan berbagai alasan, menjadi catatan hitam dalam sejarah UI. Pengaduan yang terus meningkat menuntut respons serius dan langkah-langkah preventif yang lebih kuat dari pihak kampus.

Dalam konteks ini, penting untuk menyadari bahwa kekerasan seksual tidak hanya merugikan korban secara fisik, tetapi juga meninggalkan dampak psikologis dan sosial yang mendalam. Korban kekerasan seksual sering mengalami depresi, trauma, dan kecurigaan berlebih terhadap orang lain. Dalam beberapa kasus, kerusakan organ internal dan penularan Penyakit Menular Seksual (PMS) juga mungkin terjadi.

Dalam pandangan UI, kasus-kasus ini seharusnya tidak dianggap sebelah mata. Pihak kampus harus meninjau kembali sistem pendidikan dan menetapkan standar etika yang lebih tinggi. Menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi mahasiswa adalah tanggung jawab bersama.

Selain itu, melibatkan kepolisian dan sistem hukum dalam menangani kasus kekerasan seksual di kampus adalah langkah yang perlu diambil. Menghindari pembiaran dan penutupan kasus untuk menjaga reputasi kampus merupakan langkah kritis untuk menjaga keadilan dan memberikan perlindungan kepada korban.

Sebagai upaya pencegahan, UI dapat mempertimbangkan langkah-langkah berikut:

  1. Membentuk SOP penanganan kasus kekerasan seksual di kampus, menyediakan layanan konseling untuk korban, dan menciptakan ruang aman bagi pelaporan kasus.
  2. Menyertakan pendidikan seksualitas sebagai mata kuliah wajib di kampus, memastikan bahwa mahasiswa memiliki pengetahuan yang memadai tentang tubuhnya, batasan pribadi, dan risiko kesehatan terkait seksualitas.
  3. Membentuk satgas yang fokus pada pencegahan dan penanganan kasus pelecehan seksual, memberikan sanksi tegas kepada pelaku, dan memberikan dukungan kepada korban.
  4. Melakukan kampanye tentang jenis-jenis kekerasan dan pelecehan seksual, serta membangun pemahaman di antara mahasiswa tentang batasan-batasan yang harus dihormati.

Kasus-kasus kekerasan seksual di kampus harus menjadi panggilan untuk perubahan mendalam dan komitmen terhadap perlindungan mahasiswa. Mengacu pada tema 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan 2023 #KenaliHukumnya #LindungiKorban, semua pihak terlibat perlu bersatu untuk menciptakan lingkungan kampus yang bebas dari kekerasan dan aman bagi setiap individu.(*)