SUMATERA BARAT – Bencana banjir dan longsor yang sering melanda Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatra Barat (Sumbar) sepanjang tahun 2023 menimbulkan keprihatinan. Pada Desember 2023 saja, tercatat dua kejadian yang menyebabkan satu orang tewas, akses Jalan Lintas Sumatera terputus, dan kerugian materiil lainnya. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumbar menyebutkan bahwa penyebab utama bencana ini adalah penyusutan kawasan hutan akibat alih fungsi lahan dan aktivitas tambang galian C di wilayah tersebut.
Direktur Eksekutif Walhi Sumbar, Wengki Purwanto, mengungkapkan bahwa Limapuluh Kota mengalami penyusutan hutan sejak tahun 2001 hingga 2022. Dampaknya, daerah ini kehilangan 33.8 kha tutupan pohon akibat alih fungsi lahan, setara dengan 23.2 Mt emisi CO2e. Wengki menduga bahwa aktivitas tambang, baik yang legal maupun ilegal, turut berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan.
Pembukaan lahan di Limapuluh Kota, termasuk kawasan hutan lindung dan konservasi, masih terus berlangsung. Hal ini menyebabkan beberapa kawasan hutan kini dalam keadaan gundul. Analisis citra satelit menunjukkan degradasi kawasan hutan, dan Walhi menilai bahwa saat hujan turun, daerah tersebut kehilangan daya dukung dan tampung yang memadai, meningkatkan risiko bencana banjir dan longsor.
Wengki Purwanto menyebut bahwa bencana ini adalah akumulasi dari krisis ekologis, di mana hubungan antara manusia dan alam tidak seimbang. Masyarakat Limapuluh Kota, menurutnya, kini hanya bisa menerima dampak dari kerusakan hutan tersebut. Walhi Sumbar mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan aspek mitigasi bencana sebelum memberikan izin pembangunan di Limapuluh Kota. Pembukaan resort di kawasan wisata, menurutnya, telah mengurangi resapan air dan memicu bencana banjir dan longsor. Mitigasi bencana perlu dipikirkan dalam pemberian izin untuk mengantisipasi dampak negatifnya.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumbar, Yozarwardi, menyebut bahwa banjir dan longsor di Limapuluh Kota disebabkan oleh tingginya curah hujan dengan durasi yang lama. Terkait laporan pembukaan lahan, pihaknya akan melakukan pemeriksaan lapangan dan menyatakan bahwa aspek holistik dari hulu sampai hilir dan kondisi badan sungai perlu dipertimbangkan. Pihaknya akan menurunkan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) untuk mengecek lokasi hutan setelah banjir mereda. Walhi mengajak pemerintah untuk lebih memperhatikan mitigasi bencana dalam pengembangan wilayah agar dapat melindungi lingkungan dan keselamatan masyarakat.(*)