SUMATERA BARAT – Selain dikenal dengan keindahan alamnya yang memukau, Sumatera Barat juga menyimpan jejak sejarah yang menarik dalam penggunaan kereta api. Stasiun Fort de Kock, di Tarok Dipo, Guguk Panjang, Bukittinggi, menjadi saksi bisu perjalanan panjang transportasi kereta api di provinsi ini.
Dibangun pada tahun 1890-an sebagai bagian dari upaya Hindia Belanda untuk mendukung distribusi batu bara Ombilin, Stasiun Fort de Kock resmi dibuka pada 1 November 1891. Inilah stasiun kereta api tertua di Sumatera Barat, menjadi titik awal jalur kereta api rute Padang Panjang ke Bukittinggi.
Kala itu, batu bara Ombilin, salah satu yang terbaik untuk bahan bakar kendaraan uap, menjadi pendorong utama pembangunan stasiun ini. Segmen lain seperti Solok – Muaro Kalaban dan Emmahaven (Teluk Bayur) – Stasiun Padang kemudian diresmikan pada 1 Oktober 1892. Meskipun telah mengalami masa kejayaan, pada tahun 2017, Stasiun Fort de Kock dan sejumlah bangunan lainnya menghadapi ancaman penggusuran dalam persiapan jalur kereta api Trans-Sumatera.
Namun, Pemkot Bukittinggi mengambil langkah bijak dengan merestorasi lahan bekas stasiun ini. Pada 31 Maret 2023, Pemkot Bukittinggi menyewa lahan tersebut dari PT KAI selama lima tahun dengan anggaran sekitar Rp2,4 miliar. Lahan tersebut kini bertransformasi menjadi “Stasiun Street Food,” sebuah pusat kuliner mewah yang menawarkan beragam hidangan lezat bagi warga dan wisatawan. Meskipun telah berakhir sebagai stasiun kereta api, Fort de Kock tetap memberikan kontribusi baru sebagai pusat kuliner yang meriah.
Stasiun Fort de Kock mengajarkan kita bahwa sejarah tidak hanya harus dikenang, tetapi juga bisa dihidupkan kembali melalui inovasi yang bijak. Transformasi ini tidak hanya memberikan makna baru bagi lahan tersebut, tetapi juga menunjukkan bagaimana nilai sejarah dapat terus hidup dan dinikmati dalam konteks masa kini.(*)