PADANG PARIAMAN – Sebuah kisah inspiratif datang dari Korong Tanjung, Nagari Gasan Gadang, Kecamatan Batang Gasan, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Masyarakat di sana, dengan semangat gotong royong, memutuskan untuk membangun jembatan darurat sebagai solusi atas kesulitan mengakses jalan setelah jembatan utama ambruk beberapa tahun lalu akibat luapan air sungai.
Wali Korong Tanjung, Rudi Artono, menjelaskan bahwa jembatan tersebut adalah akses utama menuju jalan nasional ruas Padang Pariaman-Agam. Meskipun seringkali terdampak banjir, masyarakat tetap gigih dalam memperbaiki jembatan ini. “Dimulai sejak tahun 2020, setelah jembatan utama ambruk akibat luapan air sungai, kami membuat jembatan darurat. Ini kali ketujuh kita memperbaiki, karena tanpa jembatan ini, akses kami sangat terkendala,” ujarnya pada Minggu, 7 Januari 2024.
Pembiayaan pembangunan jembatan darurat ini diperoleh melalui iuran atau patungan dari masyarakat setempat. Selain itu, mereka juga mendapatkan dukungan donasi dari perantau yang peduli terhadap kondisi akses masyarakat di Korong Tanjung.
“Alhamdulillah, selain dari iuran, kami juga mendapat donasi dari masyarakat,” ungkap Rudi. Inisiatif gotong royong ini bukan hanya sekadar pembangunan fisik, tetapi juga mencerminkan kekompakan dan semangat kebersamaan dalam menghadapi kesulitan.
Ketua Pemuda Korong Tanjung, Rama Rafles, menambahkan bahwa ambruknya jembatan utama telah membuat masyarakat, yang mayoritas petani, menghadapi kesulitan membawa hasil panen mereka. Kondisi ini memaksa petani untuk mengambil jalur alternatif dengan jarak lebih jauh, mengitari beberapa kawasan hingga keluar di Sungai Sariak untuk mencapai pengepul.
“Mayoritas penduduk di sini adalah petani. Dengan kondisi jembatan seperti ini, petani merasa sangat kesulitan membawa hasil panennya ke pengepul atau tengkulak,” jelas Rama Rafles. Petani dihadapkan pada pilihan sulit, seperti mendatangi pengepul ke lokasi panen dengan harga yang lebih murah karena alasan tambahan upah angkut atau harus menghadapi perjalanan jauh untuk menjual hasil panen mereka.
Menghadapi kondisi sulit ini, petani tetap mempertahankan semangat dan ketabahan. “Ya mau bagaimana lagi, jika dibawa langsung ke pengepul susah dengan jarak tempuh sangat jauh. Ditunggu di lokasi kita harus terima penjualan hasil panen anjlok,” tutup Rama Rafles.(*)