RESPONRADIO.COM | SUMATERA BARAT – Pagi di pinggiran Sungai Batang Harau, Padang, Sumatera Barat, menjadi saksi keindahan alami yang menyapa. Matahari baru saja naik, menciptakan gradasi yang menawan di antara bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda yang berdiri dengan gagah di pinggiran kali untuk menelusuri sejarah nya. Suasana melankolis terasa begitu kental, terutama menjelang senja, saat matahari perlahan tenggelam dalam pelukan samudra.
Beberapa bangunan tua nampak baru saja mengalami pemugaran, menjelma menjadi kafe yang estetik dan pastinya instagramable. Keberadaan mereka menambah pesona Kota Tua Padang, menghadirkan nuansa Eropa abad XVII yang begitu memesona.
Baca Juga : Fenomena Wisatawan Malaysia dan Tantangan Penurunan Kunjungan dari Singapura
Salah satu destinasi yang mengundang decak kagum adalah Klenteng Shee Hin Kiong, sebuah bangunan megah berukuran 15,5 x 15,5 M2 yang menjulang di sudut kawasan Kota Tua. Warna merah cerahnya menciptakan kontras menarik di tengah nuansa sejarah yang dipelihara dengan baik.
Klenteng ini memiliki sejarah yang kaya. Didirikan pada tahun 1861, klenteng ini dulunya menjadi Vihara Tri Dharma, tempat ibadah bagi tiga kepercayaan: Tao, Konfuisme, dan Agama Buddha. Meskipun sejak tahun 2009 tidak lagi difungsikan sebagai tempat ibadah, keberadaannya tetap memberikan warna dan keunikan tersendiri bagi Kota Tua Padang.
Renovasi telah dua kali dilakukan untuk menjaga keutuhan arsitektur Klenteng Shee Hin Kiong. Meskipun pernah mengalami kebakaran pada tahun 1861 dan kerusakan akibat gempa besar pada tahun 2009, klenteng ini tetap berdiri kokoh, menghadirkan pesona masa lalu yang tak ternilai.
Tak hanya Klenteng Shee Hin Kiong, Kota Tua Padang juga menyimpan jejak sejarah dalam berbagai bangunan lainnya. Bangunan Padangsche Spaarbank, dengan gaya neoklasik dan pengaruh arsitektur Art Deco, menjadi saksi bisu kejayaan pada masa lalu. Begitu pula dengan Gedung GEO Wehry & CO, kantor dan gudang dari perusahaan ekspor-impor terbesar di Hindia-Belanda pada masa kolonial.
Menelusuri Sejarah dan Keindahan Kota Tua Padang
Menelusuri lorong-lorong Kota Tua pada pagi hari memberikan pengalaman yang berbeda. Suasana yang lebih tenang dan sepi, dengan hanya sedikit kendaraan melintas dengan lambat, memberikan kesempatan untuk meresapi keindahan sejarah yang tersembunyi. Klenteng tua, bangunan kolonial, dan jejak-jejak budaya Tionghoa, India, dan Arab terasa hidup kembali di sini.
Adyatama Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Dinas Pariwisata Kota Padang, Tri Pria Anugerah, menegaskan bahwa Kota Tua Padang terus berbenah untuk menjadi destinasi unggulan. Sebuah rencana induk atau masterplan telah disusun untuk pengembangan kawasan yang mencakup dua kecamatan, yaitu Padang Selatan dan Padang Barat.
Masterplan ini membagi Kota Tua Padang menjadi sembilan sub kawasan, masing-masing dengan keunikan sendiri. Mulai dari Kampung Tionghoa dengan kelenteng-kelenteng kokoh, hingga kawasan etnis Tamil India yang mempertahankan tradisi mereka. Pasar Tanah Kongsi yang mencerminkan akulturasi budaya hingga Pasar Gadang yang menjadi pusat saudagar Minang, semuanya menjadi bagian dari pesona Kota Tua Padang.
Baca Juga : Forum Komunikasi Pelaku Usaha Daerah DPMPTSP Sumatera Barat di Hotel Saga Murni
Badan Pengelola Kota Tua Padang telah dibentuk untuk memastikan percepatan pengembangan kawasan ini. Dengan melibatkan unsur pemerintah daerah, akademisi, pakar, praktisi, dan komunitas. Diharapkan Kota Tua Padang bisa menjadi destinasi unggulan di Sumatera Barat yang mampu menarik minat wisatawan.
Saatnya menjelajahi Kota Tua pada pagi hari bukan hanya sebagai perjalanan waktu. Tetapi juga sebagai pengalaman mendalam tentang sejarah dan keindahan yang tersembunyi. Dan bagi para wisatawan yang memiliki waktu lebih, melibatkan diri dalam marine tourism dengan menjelajahi KWBT Mandeh. Setelah meresapi pesona Kota Tua Padang bisa menjadi paket wisata yang tak terlupakan. Banyak resort yang menawarkan keunikan dan atraksi menarik, menjadikan Sumatera Barat sebagai destinasi yang patut untuk dijelajahi.(*)