Merajut Kehangatan Lewat Makna Bantai Adat Nagari Parit Malintang dalam Perayaan Idul Fitri

RESPONRADIO.COM | PADANG PARIAMAN – Di tengah gemerlapnya perayaan Idul Fitri yang menghiasai berbagai sudut negeri, terdapat sebuah tradisi unik yang berlangsung di Nagari Parit Malintang, Sumatera Barat. Tradisi ini bukan sekadar perayaan, melainkan sebuah wujud nyata dari nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, dan kelestarian budaya yang masih terjaga hingga kini. Di Nagari ini, lebaran tidak hanya sekedar momen untuk bersilaturahmi, tapi juga waktu untuk melaksanakan “Bantai Adat”, sebuah tradisi sembelih kerbau yang diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat.

Makna di Balik Tradisi Bantai Adat

Pada Rabu, 10 April 2024, suasana di Nagari Parit Malintang terasa berbeda. Lima ekor kerbau, yang telah dibeli bersama oleh masyarakat melalui cara tradisional yang dikenal dengan nama baonggok, dipersiapkan untuk disembelih. Ini bukan semata-mata tentang penyembelihan hewan, melainkan sebuah ritus yang sarat akan makna, yang mengajarkan nilai kebersamaan dan gotong royong.

Baca Juga : Meriahnya Perayaan Takbir Idulfitri di Kabupaten Padang Pariaman: Mempererat Tali Silaturahmi dan Persaudaraan

Devis Zakra Dano, seorang tokoh masyarakat setempat, menjelaskan bahwa “Bantai Adat” bukan hanya tradisi sembelih kerbau, tetapi juga sebuah cara untuk meningkatkan jiwa gotong royong di antara warga nagari, korong, dan kaum. Tradisi ini telah dilakukan turun-temurun dan menjadi salah satu pilar penting yang menjaga kohesi sosial dalam masyarakat Nagari Parit Malintang.

Gotong Royong dan Persaudaraan

Kegiatan ini diorganisir dengan sangat terstruktur, di mana setiap korong atau suku memiliki perwakilan yang bertugas mengatur jalannya bantai adat. Mereka ini dikenal sebagai “tagak bapuluah”, yang berarti mereka yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan bantai adat. Ini menunjukkan betapa pentingnya peran setiap individu dalam menjaga tradisi dan kebersamaan di nagari ini.

Lebih dari itu, bantai adat juga menjadi jembatan komunikasi antara masyarakat lokal dengan orang rantau. Mereka yang telah lama meninggalkan kampung halaman untuk merantau, di momen lebaran ini, kembali berkumpul, bersilaturahmi, dan berpartisipasi dalam tradisi ini. Dengan demikian, tradisi ini tidak hanya memperkuat ikatan sosial antar warga nagari, tetapi juga dengan mereka yang berada jauh dari nagari.

Warisan Budaya yang Terjaga

Tradisi ini menunjukkan bagaimana masyarakat Parit Malintang menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong. Dari proses pengumpulan dana, pembelian kerbau, hingga penyembelihan, semuanya dilakukan secara bersama-sama dan terorganisir. Daging kerbau yang telah disembelih kemudian dibagikan kepada semua warga, simbol dari berbagi dan kebersamaan.

Di lokasi yang telah ditentukan, yaitu di Korong Pasa Balai, seluruh proses bantai adat dilaksanakan. Tempat ini dipilih bukan tanpa alasan, melainkan untuk memudahkan penyelenggaraan dan memastikan semua berjalan dengan lancar. Ini menunjukkan betapa komunitas di Nagari Parit Malintang sangat menghargai kebersamaan dan kesatuan.

Baca Juga : A88 Berbagi ke-VII: Bukti Nyata Semangat Kekompakan dan Kepedulian di Bulan Suci

Pelajaran dari Tradisi Bantai Adat

Bantai adat Nagari Parit Malintang bukan hanya sekedar tradisi penyembelihan kerbau. Lebih dari itu, ini adalah cerminan dari kekayaan budaya dan nilai-nilai yang masih dipegang teguh oleh masyarakat. Di era modern ini, di mana individualisme sering kali mendominasi, tradisi seperti ini mengingatkan kita akan pentingnya kebersamaan, gotong royong, dan kepedulian terhadap sesama.

Sebagai bagian dari kekayaan budaya Indonesia, bantai adat mengajarkan kita semua tentang pentingnya menjaga tradisi dan nilai-nilai luhur yang menjadi dasar kehidupan berkomunitas. Ini adalah warisan yang harus terus dilestarikan dan diwariskan kepada generasi selanjutnya. Sebagai salah satu cara untuk menjaga identitas dan keunikan budaya Indonesia di tengah arus globalisasi.(*)

Buka chat
1
Scan the code
Hello 👋
Apa yang dapat kami bantu?